Menciptakan Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah sebuah kata yang diimpikan
setiap manusia dalam kehidupannya. Dalam setiap langkah kaki, hela nafas, dan
khayalannya menyimpan satu tujuan yaitu mencapai sebuah kebahagiaan. Tak heran
bila ada orang rela melakukan apa saja untuk mencapai sebuah kebahagiaan.
Mengorbankan waktu, harta dan pikiran adalah hal yang biasa dalam menggapai
kebahagiaan.
Kebahagiaan tidak harus diwujudkan dalam bentuk materil. Kebahagiaan itu tidak harus
berwujud uang yang banyak, harta yang berlimpah. Kebahagiaan juga tidak selalu
didentik dengan jabatan yang tinggi ataupun kemewahan hidup. Jika kebahagiaan
ukurannya materi, maka hanya orang – orang kaya yang dapat merasakan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu bisa saja tidak pernah dirasakan oleh orang yang tidak mampu
secara materi.
Kebahagiaan
secara materi hanya akan di dapatkan bagi orang – orang yang mempunyai banyak
kemewahan dalam hidupnya dia bahagia karena bergelimang harta, jabatan yang
tinggi padahal itu semua hanya kebahagiaan dunia lalu bagamana dengan
kebahagiaan akhiratnya? Mampukah ia menyeimbangi urusan dunia dan akhiratnya.
Sebagaimana dalam Qs. Az–Zukruf :35 menjelaskan tentang kebahagiaan akhirat
lebih utama, Qs. Asy-Syura :20 menjelaskan kebahagiaan akhirat berkali lipat dan
Qs. Al-Ankabut : 64 menjelaskan bahwa kehidupan dunia hanya sebagai perantara.
Sedangkan kebahagiaan non materi mereka bahagia dengan hidup yang sederhana
mereka tetap bersyukur akan nikmat yang masih mereka miliki, masih tetap
bertawakkal dan berusaha menjadi yang terbaik untuk diri sendiri maupun orang
lain mereka mampu menyeimbangi urusan dunia dan akhiratnya karena sadar bahwa
mereka diciptakan tidak lain hanya beribadah kepada Allah Qs.Adz-Dzariyat : 56.
Tapi ada juga orang bahagia secara materi namun tak melupakan tujuan
penciptaannya sebagai seorang hamba.
Kebahagiaan
itu adalah wilayah batiniah bukan wilayah fisik. Oleh karena sifatnya yang
batin dan bukan fisik, maka kebahagiaan dapat dirasakan oleh siapapun tanpa
melihat latar belakang sosialnya. Kebahagiaan itu juga dapat dirasakan oleh
orang kaya, orang miskin, pejabat ataupun rakyat biasa. Inilah yang diajarkan
oleh agama kita bahwa kebahagiaan dan materi itu berbeda, tidak sejalan. Tidak
mesti bahwa setiap orang miskin tidak berhak mencicipi kebahagiaan, tidak mesti
pula orang kaya mutlak selalu merasakan kebahagiaan. Al-ghina ghina al-nafs, kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan
batin ini.
Kebahagiaan
itu adalah seni. Ia perlu pemupukan dan proses serta latihan – latihan.
Kebahagiaan memerlukan bahan baku yang berkualitas serta perawatan yang
maksimal. Kebahagiaan akan terasa indah bila diberi pupuk sehingga tumbuh
dengan subur, kemudian dijaga dan dipelihara sebaik baiknya.
Seni
kebahagiaan yang sering kali rusak dan dibiarkan di dalam diri kita adalah
masalah spritualitas. Spritualitas ini bukan spritualitas biasa. Banyak orang
yang ramai membicarakan masalah spiritual, tapi meraka tidak tahu apa yang
dimaksud spritual. Spiritual itu tidak dapat diukur dengan ukuran – ukuran
fisik. Spiritual itu adalah fenomena batin, fenomena kejiwaan yang lebih
merupakan suatu akibat dari suatu sebab. Spiritual itu adalah akibat bukan
sebab.
Tidak
setiap kehendak yang kita inginkan mempunyai spritualitasnya, seperti keinginan
bahagia yang tidak langsung otomatis bahagia membutuhkan proses yang sangat
panjang sama dengan kebahagiaan itu sendiri dengan mengoptimalkan kecerdasan
spiritual. Kecerdasan spiritual adalah keberanian untuk menerawangkan imajinasi
ke dunia lain, keluar dari dunia yang selama ini mengurung diri kita. Bagaikan
orang yang ada didalam tempurung dan sesak nafas didalam, menganggap seolah –
olah kebahagiaan itu ada dalam tempurung. Ketika dia keluar dari tempurung itu,
ternyata diluar ada langit dan diatasnya masih ada langit. Kebahagiaan yang
selama ini ia yakini menjadi tidak berarti. Disinilah kita mengingatkan diri
untuk tidak perlu berambisi memperebutkan sebuah popularitas, masyhurun fil ard popularitas di bumi.
Yang penting ma’lumun fissama’ (tenar di langit).
Tapi
bagaimana orang bisa tenar di langit kalau dia tidak pernah menerawang ke
langit. Keberaniaan menerawang ke langit, ke angkasa luar, imajinasinya
berfikir, inilah yang disebut spiritual
intelligence dan ini yang dinamakan isra’ mi’raj, perjalan seorang kekasih
Allah.
Jadi,
dalam menciptakan sebuah kebahagiaan yang selama ini kita cari dalam tiap hela
nafas dan langkah kaki terletak pada kemampuan kita dalam memenuhi kebutuhan
Spiritual. Berbagai kegiatan, baik yang berhubungan dengan ibadah kita kepada
Allah ataupun tadabbur alam, adalah
mediabagi setiap kita untuk memaknainya agar dapat dijadikan loncatan yang akan
mengantarkan kita menuju keabdian-Nya. Ibadah menjadi momen untuk memenuhi
segala kebutuhan spiritual kita agar kita dapat menciptakan kebahagiaan dimana
pun dan kapan pun takdir membawa kita.
#Spiritual
#SalamAkselerasi
#Aksi.Sekolah.Literasi
#FKIP_Satu
#FKIP_Berdiaspora